scratch from the past

Wednesday, September 28, 2005

elegi gelap terang

Duduk bersilaku diberanda depan sambil menerawang menyusuri gerak mentari senja yang perlahan tapi pasti luruh ditelan kuasa sang malam. Semburat kuningnya lembut menerpa wajahku, baluri jiwa resah yang mendamba tetesan air cinta nun jauh disana. Rona pelangi melengkung seakan hendak menghujam dan mengorek ke relung jiwa yang pasrah serahkan seonggok hati untukmu.

Kutampik halus mega mega dan awan berkejaran yang tawarkan seusap salam padamu.


Lalu semua hilang, lenyap meluruh pada kelam.


Tidak … tidak semua, hatiku tetap ada, dan tak kan pernah hilang. Kutatap lekat binar bintang dan khayalkan .. bilakah dia menatap bintang yang sama disana, dapatkah dia menangkap pesan yang kutitipkan pada binarnya. Bulan mengedip menggoda kala gugup kuuntaikan rangkaian kata cintaku padamu.


Tapi perlahan bulan bintangpun meredup menyerah pada kilau surya pagi yang menerpa sapa muka bumi, tinggalkan tetesan bulir embun saksi sisa kedigjayaan malam.


Lalu semua hilang, lenyap meluruh pada terang.


Semua .. tidak .. tidak semua, hatiku tetap ada, dan tak kan pernah hilang. Kulewati ribuan terang dan kujalani pula kelam, datang silih berganti tapi tak abadi.

Kala kutatap beningnya sinar matamu yang sejuk buyarkan dahaga jiwaku, tergetarku tersenyum. T’lah kutemukan keabadian, dan kupersembahkan segenap hatiku padamu.


Hati yang pasti kalahkan terang maupun kelam.

Tj. Redeb - Berau
September 28, 2005
djoeffry

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home